Mengawali karier sebagai karyawan, meraih puncak karier dalam waktu singkat, hingga diberhentikan dari pekerjaan nan mapan, mencipta arus balik hidup Sandiaga untuk menjadi pengusaha. Tahun 2008 ia dinobatkan menjadi ”Entrepreneur of The Year” dari Enterprise Asia untuk predikat pengusaha terbaik.
Pencapaian itu adalah buah dari pergulatan panjang. Namun, pria yang akrab disapa Sandi itu menyebut dirinya sebagai ”pengusaha kecelakaan”. Itu karena kiprahnya di dunia usaha dimulai tatkala kondisi karier dan keuangannya sedang terpuruk pada 1998.
Pria lulusan Wichita State University, Amerika Serikat, dengan predikat summa cumlaude itu mengawali karier sebagai karyawan Bank Summa pada 1990. Tahun 1991 ia mendapat beasiswa untuk melanjutkan pendidikan di George Washington University, Amerika Serikat. Ia lulus dengan indeks prestasi kumulatif 4,00.
Kariernya terus melesat. Pada tahun 1994 ia bergabung dengan MP Holding Limited Group sebagai investment manager. Pada 1995 ia hijrah ke NTI Resources Ltd di Kanada dan menjabat Executive Vice President NTI Resources Ltd dengan penghasilan 8.000 dollar AS per bulan.
Namun, kariernya itu tak berlangsung lama. Krisis moneter sejak akhir 1997 menyebabkan perusahaan tempatnya bekerja bangkrut. Semua tabungan hasil jerih payahnya yang diinvestasikan ke pasar modal juga turut kandas akibat ambruknya bursa saham global.
Kembali ke Indonesia
Sandi kembali ke Indonesia dan menumpang di rumah orangtuanya, Henk Uno dan Mien R Uno, karena tidak mampu membayar sewa rumah. Situasi sulit ini sempat membuat ayah dua anak itu hampir putus asa.
Pergulatan batin dalam keterpurukan membuat Sandi berkeyakinan, menjadi karyawan membuat ia sulit memiliki kemandirian secara finansial. Pemikiran itu melandasi langkahnya untuk ”banting setir” dan menapaki dunia bisnis.
”Sebagai karyawan perusahaan, banyak hal dapat terjadi di luar kontrol kita. Apabila keadaan ekonomi memburuk, ada kemungkinan kita di-PHK (pemutusan hubungan kerja) meskipun kita memiliki prestasi di perusahaan itu,” tutur bungsu dari dua bersaudara itu.
Pada tahun 1997 ia mendirikan perusahaan penasihat keuangan, PT Recapital Advisors bersama teman SMA-nya, Rosan Perkasa Roeslani. Ia mempelajari seluk-beluk bisnis, antara lain dari William Soeryadjaya.
Pada 1998 Sandi dan Edwin Soeryadjaya, putra William, mendirikan perusahaan investasi PT Saratoga Investama Sedaya. Bidang usaha yang digarap meliputi pertambangan, telekomunikasi, dan produk kehutanan.
Berbekal jejaring relasi dengan perusahaan serta lembaga keuangan dalam dan luar negeri, Sandi menjalankan bisnis itu. Usahanya menghimpun modal investor untuk mengakuisisi perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Kinerja perusahaan yang krisis itu lantas dibenahi dan dikembangkan. Setelah pulih, aset perusahaan dijual dengan nilai tinggi.
Ada 12 perusahaan yang sudah diambil alih. Beberapa perusahaan telah dijual, antara lain PT Dipasena Citra Darmaja, PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN), dan PT Astra Microtronics.
Pada tahun 2007 Sandi dinobatkan menjadi 122 orang terkaya di Indonesia versi majalah Asia Globe dengan total aset perusahaan mencapai 80 juta dollar AS. Pada 2008 ia dinobatkan menjadi orang terkaya ke-63 di Indonesia dengan total aset 245 juta dollar AS.
Sandi mengibaratkan dunia usaha seperti naik sepeda, yakni kerap jatuh-bangun. Hanya keberanian, optimisme dalam memandang masa depan yang membuka jalan untuk mendulang kesuksesan.
Baginya, jejaring relasi hanya menyumbang 30 persen dari kesuksesan. Unsur kesuksesan selebihnya bersumber dari kerja keras dan menjaga kepercayaan. Dengan semangat itu, usaha yang digelutinya kini memiliki total karyawan 10.000 orang.
”Hidup harus punya target. Tanpa target, pencapaian akan sulit,” tutur pria yang menjabat Ketua Dewan Pembina Himpunan Pengusaha Muda Indonesia itu.
Dorong UMKM
Di bidang keorganisasian, pria penggemar olahraga basket ini pernah menjabat Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008. Selama masa kepemimpinannya, jumlah pengusaha yang tergabung di Hipmi meningkat dari 25.000 orang menjadi 35.000 orang.
Di mata koleganya, Sandi merupakan sosok inspirator bagi pengusaha muda yang minim pengalaman. Ketua Umum BPP Hipmi 2008-2011 Erwin Aksa menuturkan, Sandi gigih menanamkan prinsip bahwa pengusaha harus punya mimpi dan bekerja sepenuh hati.
Sandi juga sibuk sebagai Ketua Komite Tetap Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Ia mempunyai obsesi meningkatkan jumlah pengusaha Indonesia dari 0,18 persen menjadi 5 persen dari total penduduk pada 2025.
Menurut ia, ada tiga masalah besar yang dihadapi pelaku UMKM saat ini, yaitu kualitas sumber daya manusia (SDM), akses pasar, dan pendanaan. Keprihatinan terbesarnya adalah nasib pengusaha kaki lima yang sering mengalami penggusuran hingga sulit meningkatkan kualitas SDM.
UMKM selama ini dibiarkan tumbuh sendiri oleh pemerintah tanpa kebijakan yang berpihak. Namun, sektor itu mampu bertahan pada saat krisis dan menopang perekonomian negara selama sekitar 10 tahun. Belakangan, sektor UMKM menjadi pilar penciptaan lapangan kerja dengan kemampuan menyerap karyawan rata-rata 5-10 orang per unit usaha.
”Kebijakan yang diperlukan adalah memberi ruang bagi UMKM. Upaya menolong mereka bukan dengan menggusur, melainkan membuat pasar baru untuk berusaha dan membuka akses pasar,” kata Sandi.
Meski senang berkecimpung dalam organisasi, ia mengaku belum tertarik untuk menduduki jabatan politik. Sandi menolak anggapan bahwa kesuksesannya saat ini merupakan jalan meretas karier politik.
”Yang diperlukan bangsa saat ini adalah pengusaha,” katanya.
0 komentar:
Post a Comment