Saturday, June 19, 2010

Pencarian Makna Hidup Seorang Astrid Darmawan

Saturday, June 19, 2010
Astrid Ayudewi Darmawan merasakan kegamangan makna hidupnya. Ia resah justru pada saat semua sudah dicapainya. Bayangkan, di usia yang baru menginjak 20 tahun, penghasilannya sebagai model papan atas mencapai US$3,000 perhari. Secara intelektual, ia termasuk perempuan yang cerdas sehingga bisa kuliah di salah satu universitas terbaik di Indonesia. Selain itu, kepandaiannya bergaul membuatnya dikenal banyak orang ternama.

Namun, kemudahan hidup itu tak membawanya pada ketenangan dan ketenteraman hati. Ia merasa hidupnya kosong. Semua yang dilakukan seharihari hanya menjalankan rutinitas saja. Seperti robot yang tak mengenal makna. Pada titik itulah, akhirnya ia menyerahkan seluruhnya untuk mencari makna hidup. Seluruhnya, termasuk jiwa dan raganya. “Saya rela meski Allah mengambil nyawa saya hari ini, asalkan saya tahu untuk apa saya dilahirkan,” kata perempuan berdarah Sunda, Jawa, dan Belanda ini. Ia sangat yakin, mati dalam usaha mencari kebenaran lebih terhormat dibanding mati karena kontrak tubuhnya sudah berakhir dan Allah tak mau memperpanjangnya. “Mati saat kontrak sudah habis itu namanya mati konyol,” tegasnya.

Kesungguhannya mencari makna hidup membuat ia lebih serius belajar. Banyak buku dibacanya. Ia juga mendatangi pengajian-pengajian dan mendengar uraian para ustad. Tak puas dengan satu buku, ia mencari buku yang lain. Jika belajar pada satu ustad dirasa belum bisa menjawab kegundahan hatinya, tak segan ia datang ke pengajian yang lain dan belajar dari ustad di situ. Belajar dari banyak buku dan ustad, menjadikan mantan atlet nasional itu lebih mengenal Islam. Ia juga mengatakan, “Belajar itu tak boleh berhenti. Tak baik pula kita hanya belajar pada satu guru saja. Itu akan menyebabkan taklit buta.”
Masa Kecil

Astrid dibesarkan dalam keluarga yang heterogen. Keluarga besar dari garis sang ayah adalah penganut Islam, sedangkan keluarga dari Ibu, penganut Katholik. Ia menempuh pendidikan di sekolah-sekolah Katholik. Tentu kurikulum belajarnya menganut ritual agama Katholik, termasuk ritual misa. Sebenarnya siswa non-Katholik tak diperkenankan mengikuti misa, tapi ia nekat mengikutinya.

Agama Katholik di sekolahnya termasuk Ordo Asisi, salah satu ordo dalam Katholik yang tak mengakui perwakilan Paus sebagai wakil tunggal dalam hubungan hamba dengan Tuhan. Ordo ini juga meyakini bahwa Yesus bukanlah Tuhan, ia hanya pembawa pesan saja.
Astrid sangat terkesan dengan orang-orang di lingkungan agama Katholik yang dikenalnya. Para pastornya baik. Meski setiap hari bergaul dengan mereka, ia tak merasa canggung dengan identitasnya sebagai Muslim. Mereka tetap menghormati keyakinannya, tak sedikitpun mereka memengaruhi dan mengajaknya pindah agama. Namun anehnya, meski ia bersimpati dan hormat kepada mereka, hatinya tetap tak berpaling dari Islam.

Pengalaman ber-Islam didapatkannya di rumah. Ayahnya, Dr. Hariadi Darmawan adalah Muslim yang taat. Setiap Shubuh, Maghrib, dan Isya’, Astrid selalu diajak shalat berjamaah. Seminggu sekali, seorang guru mengaji didatangkan khusus ke rumahnya.

Karena mengenal dua agama lengkap dengan ritual-ritualnya, pemahaman masa kecilnya juga unik. Dulu, ia yakin bahwa Yesus dan Bunda Maria adalah seorang Muslim. Mungkin karena pemahamannya yang seperti itu, tak ada pertentangan dalam hatinya.

Mengenal Rasulullah Saw
Pengalaman Astrid sebagai Muslim semakin intens saat ia rutin mengikuti pengajian seminggu sekali. Setiap Kamis malam, ia mengikuti ceramah seorang ustad. Namun yang menjadi perhatian Astrid dalam pengajian itu bukan doktrin Islam yang disampaikan ustad. Tetapi lebih pada kehausannya untuk lebih mengetahui lebih jauh sosok Nabi Muhammad Saw.

Dalam sistem pengajaran Katholik, cerita tentang kebaikan Yesus dan kemuliaan Bunda Maria begitu dominan. Karena itu ia sangat mengenal keduanya. Ia heran, mengapa pengajian yang diikutinya itu tak menceritakan keagungan Nabi Muhammad Saw? Selain itu ia gerah dengan metode ceramah sang ustad. Sering sekali dalam ceramahnya, ustad menjelek-jelekkan agama dan keyakinan orang lain.
Ia tak puas. Mulailah ia mencaricari. Tak jarang ia keluar masuk dari pengajian yang satu ke pengajian yang lain. Kemudian bertemulah ia dengan sebuah pengajian yang memuaskan dahaganya untuk mengenal Nabi. Ia juga sangat terkesan dengan Fusus al-Hikam, buku karangan Ibn Arabi, yang diberikan ayahnya.

Baginya, Rasulullah Saw adalah guru dari segala guru. Jika ingin selamat di dunia dan akhirat harus belajar darinya, mengikuti seluruh tuntunannya. Jadilah, Nabi Muhammad Saw menjadi figur religius bagi dirinya. Tak heran jika ia membutuhkan figur semacam itu karena pengaruh ajaran Katholik. Bagi kaum Katholik, Yesus menjadi figur sentral dari setiap ajarannya.
Ia yakin, dengan meneladani Rasulullah Saw, ia akan sampai pada tujuan hidupnya, yaitu mengenal Allah. Ia juga percaya akan sampai pada tujuannya itu. “Semua Muslim memunyai potensi yang sama untuk mencapai tujuan itu. Halangan utamanya adalah persepsi kita. Selama kita menganggap tujuan itu mustahil, maka kita tak akan pernah sampai ke sana.”

Ia juga mengatakan, untuk mencapai tujuan itu, kita tak boleh sekali-sekali menyekutukan-Nya. Artinya, fokus tujuan kita hanya kepada Allah, bukan yang lain. Sering sekali dalam doa, kita memaksakan keinginan kita, minta ini dan itu. Tujuan yang sebenarnya terlupakan.
Perjalanan Karir
Setelah tamat Sekolah Menengah Atas, ia diterima di jurusan Teknik Elektro Universitas Indonesia. Kemudian ia lanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Namun di tingkat pasca sarjana, ia lebih tertarik di bidang bisnis. Karena itu, ia lebih memilih jurusan Bisnis International di perguruan tinggi yang sama.

Ia masuk dunia modeling sejak usia 12 tahun. Debut pertamanya ketika menjadi model di majalah SPORTIF. Tahun 1985 sampai 1995 Astrid menjadi model profesional. Astrid juga pernah berkecimpung di bidang olahraga, khususnya renang. Ibu dua anak ini pernah menjadi atlet renang nasional pada kejuaraan se-Asia Tenggara. Pernah juga mewakili daerahnya bertanding di Pekan Olahraga Nasional.
Saat ini, Astrid merintis karir di bidang perbankan. Ia masuk ke Bank DKI Syariah, dan dipercaya megang jabatan sebagai Pimpinan Cabang Bank DKI Syariah Cabang Pondok Indah I.

Di sela-sela aktivitasnya sebagai perempuan karir dan mengurus keluarga, ia menyempatkan diri untuk menulis. Buku pertamanya pun lahir, Al-Qur’an, The Ultimate Secret terbitan Ufuk Press. Saat ini, ia sedang menyiapkan penerbitan buku keduanya. Apa isi buku keduanya itu? “Tak lucu jika saya ceritakan sekarang,” ujarnya sambil tersenyum.

sumber : http://www.edumuslim.org

2 komentar:

ampera said...

barakallah fik ya ukhti

Unknown said...

Masya Allah tabarakallahu ukhtiina Kariimah

Post a Comment

 

SILATURAHIM

Recent Comment